Tradisi Sambut Puasa Terancam Hilang ?

Hang-tuah.com- Salah satu tradisi atau budaya menyambut datangnya bulan suci Ramadhan terancam hilang. Tradisi itu adalah menenteng beras dari pemerempuan yang berumahtangga kepada laki-laki yang sudah memiliki keluarga.
Kondisi ini dipengaruhi oleh adanya virus corona (covid-19) yang sedang mewabah saat ini. Meskipun sebelumnya tradisi tersebut tidak diwajibkan namun tetap terus dilestarikan.
“Sebelum ini memberi makanan kepada anak jantan atau saudara laki-laki disaat jelang datangnya bulan puasa tidak diwajibkan namun ini menjadi suatu bentuk kegiatan yang sudah turun-temurun dari nenek monyang dahulu terutama disaat menyambut bulan suci Ramadhan,”kata Ketua Lembaga Adat Kecamatan Hamparan Rawang Mushar Azhari, S.Pd, Dpt Gelar Depati Mudo Terawanglidah kepada Hang-tuah.com, Jum’at, (10/4).
Mushar mengatakan bahwa dengan adanya wabah ini juga berdampak terhadap kondisi ekonomi di Kecamatan Hamparan Rawang terlebih masyarakat Hamparan Rawang merupakan warga perantau keluar daerah.
“Kita kembalikan kepada masyarakat yakni anak betina (perempuan). Artinya tidak ada larangan untuk ini. Hanya saja kita berharap tetap mengacu pada himbauan pemerintah dalam pencegahan penularan covid-19 ini seperi menjaga jarak dan banyak dirumah,”ujarnya.
Dikatakan lagi bahwa salah satu tujuan dilakukan tradisi ini memohon do’a restu serta meminta kelancaran dalam menjalankan ibadah puasa.
“Selain menjalin silaturrahmi dengan saudara laki-laki ini juga bertujuan untuk meminta restu agar didalam menjalankan ibadah puasa dilancarkan oleh Allah SWT,”sebutnya.
Selaku ketua Kerapatan Adat Kecamatan Hamparan Rawang ia mengimbau kepada masyarakat untuk tetap mengutamakan keselamatan diri.
“Iya, apa lagi disaat mengantarkan makanan kepada anak jantan itu dilakukan secara rame-rame. Nah, itu yang menjadi pertimbangan. Sedapat mungkin yang seperti itu perlu dipertimbangkan karena kesehatan itu yang paling utama,”ungkapnya.
Zilhimmi S. Ag Imam Besar Tanah Rawang juga mengungkapkan bahwa, kegiatan atau tradisi menyambut bulan suci Ramadhan merupakan tradisi yang tidak ada sanksinya.
“Kalau adat ada sanksinya. Tapi kalau tradisi boleh dilakukan boleh tidak tergantung situasinya. Kita tidak boleh menilai dari jumlah dan apa yang dibawa, tapi nilai sebuah kunjungan atau silaturrahmi ini yang harus dilestarikan,”jelasnya.
Ditengah wabah corona seberapa penting tradisi seperti itu ?
“Dalam kondisi wabah corona kita bisa memakluminya. Jika mudaratnya lebih besar boleh tidak kita lakukan, apalagi bagi yang tidak punya. Apakah harus memaksakan diri? kan tidak. Untuk tetap menjalin silaturrahim dengan tengganai atau anak jantan kan masih banyak cara lain,”tukas Zilhimmi yang akrab disapa Buya. (fer)