Nilai Keadilan dalam Putusan Hakim yang Berkeadilan Kasus Pencurian Sandal di Palu Dihukum 5 Tahun dan Koruptor yang Korupsi Uang Rakyat 7 Triliun Dihukum 10 Tahun
Hang-tuah.com- Indonesia adalah Negara hukum yang mana setiap tindakan warga Negara selalu harus berdasarkan pada hukum yang berlaku. Hukum memang dibuat untuk mengatur ketertiban di dalam masyarakat untuk mememinimalisir segala bentuk kejahatan yang ada. Namun hukum yang ada harus benar-benar dapat memberikan nilai yang terkandung dalam hukum itu tersebut yaitu nilai keadilan, nilai kepastian dan nilai mamfaat dalam pelaksanaanya. Hukum yang tidak memenuhi nilai-nilai yang terkkandung didalamnya dapat dikatakan bahwa hukum tersebut bukanlah hukum yang sesungguhnya.
Beberapa waktu yang lalu telah terjai sebuah kasus pencurian sandal yang terjadi di Palu, yang mana pelaku dijatuhi hukuman 5 tahun penjara, pada kasus yang berbeda telah terjadi pula dinegeri ini tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh koruptor yang telah merugikan uang Negara sekitar 7 triliun dan koruptor tersebut dijatuhi hukuman 10 tahun penjara.
Dengan mencermati pada kedua kasus diatas ada seuatu yang cukup minimbulkan pro dan kontra terkait dengan hasil dari kdua putusan tersebut dilahat dari kasus yang dilakukan kedua pelaku dengan besaran nilai kejahatan dengan keputusan yang telah diberikan oleh hakaim dalam memutus suatu perkara.
Mempersoalkan putusan hakim berarti mempersoalkan hakim dan tugasnya sebagai pelaksana hukum maupun sebagai pencipta hukum. Putusan hakim menurut Mertokusumo adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada Badan-badan peradilan dan ditetapkan dengan undang-undang, dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya.
Tampaknya tugas pokok dan hakim ini sangat sederhana, yaitu hanya menerima, memeriksa, serta mengadii suatu perkara, namun pada kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sebagaimana dikemukakan oleh Cardozo[ mantan Hakim Agung Amerika Serikat bahwa pekerjaan memutuskan perkara memang berlangsung setiap hari di ratusan pengadilan di seluruh negeri, sehingga orang mungkin menduga bahwa para hakim yang telah mengikuti ribuan kali atau lebih perkara-perkara di persidangan akan mudah menggambarkan proses peradilan tetapi ternyata di dalam kenyataannya tidak ada sesuatu yang lebih jauh dari pengungkapan kebenaran.
Pada hakikatnya seorang hakim diharapkan memberi pertimbangan tentang salah tidaknya seseorang atau benar tidaknya suatu peristiwa yang dipersengketakan, kemudian memberikan dan menentukan hukumnya.
Terkait dengan putusan yang diberikan hakim dalam kasus hendaklah dalam hal ini hakim melihat pada nilai-nilai keadilan yang ada dalam memutus perkara, karena hendakanya hukum yang adil itu harus memenuhi unsur-unsur yang terpenuhi sarat secara prosedural dan substansinya, kepada hakim dipengadilan kecermatan dalam memutus suatu perkara hendaknya tidak hanya melihat pada sisi peraturan perundang-undangan saja, walaupun dalam kontek hukum di Indonesia undang undang sangat menjadi acuan dan rujukan para hakim dalam memutus suatu perkara tanpa melihat lebih jauh perssoalan yang hakiki dari proses penegakan hukum yang bila mana hanhya berkiblat dan mengacu pada undangundang saja maka dapat dikatakan bahwa hukum tersebut jelas sangat kaku sekali dalam proses penjatuhan putusan atas seuatu kejahatan yang dilanggar dengan contoh kasus yang berbeda dan hasil putusan yang cukup siknifikan.
Maka dari itu dengan melihat lebih jauh dari kdua contoh kasus diatas dapat dipahami bahwa hakim tugas tidak sebatas hanya sebagai pelaksanaan Undang-undang semata tetapi lebih dari itu nilai filosofis hakim sebagai pengak hukum dan keadilan jelas sangat dinanti-nanti oleh banhyak masyarakata yang menginginkan keadilan.
Dalam hal putusan ini tentunya putusan hakim akan menimbulkan pendapat yang berbeda dari para kalangan baik masyarakat majujpun akademisi yang akan menilai dengan pandangan yang beragam, maka yang kemudian muncul adalah bahwa apakah keputusan yang dijatuhkan tersebut sudah tepat ataubelum atau dengan pertanyaan yang bersifat aksionlogis dimana letak nilai keadilan suatu putusan dengan kasus tindak pidana yang terlihat sama namun berbeda nilai kejahatanya namun timpang putusannya.
Kacamata hukum yang digunakan hakim dalam putusan tersbut tentutnya sangat tidak tepatkarena walaupun sama-sama melakukan kejahatan yang merugikan baik itu sepencuri sandal dan koruptor namun tidak adil rasanya jikalau orang yang mencuri sandal yang nilai sandalnya mjungkin ratusan ribu dijatuhi hukuman 5 tahun penjara, tidak sebanding dengan kejahatan koruptor yang merugikan Negara dan masyarakat yang mencapai 7 triliun, dan hanya dijatuhi hukuman sekitar 10 tahun penjara.
Memang hukum itu dapat diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan yang jelaskanya hukum ditujukan untuk mewjudkan keadilan, namajun keadilan yang akan ditgeakan harus dengan hukum. Bagi pelaku pencuri sandal bisa jadi hukum tidak akan memberikan keadilan padanya karena hukium tersebut telah menjeratnya dengan hukuman 5 tahun penjara dan bagi koruptor merasa hukuman 10 tahun penjara adalah putusan yang adil diberikan oleh hakim.
Maka adagium yang yang mengatakan hukum itu selalu berpihak pada yang kuat atau yang berkuasa memang adanya dan hukum yang menindas yang lemah memang sudah biasa. Bila dinegeri ini proses penegakan hukum yang yang tidak menjunjug nilai supremasi hukum, kehadiran hukum bukanlah sesuatu yang dapat menjadi pelindung dan member rasa aman pada masyarakat bila rakyat kecil berhadapan dengan hukum, dikarenakan asumsi yang muncul dipikiran rakyat kecil hukum itu adalah produk penguasa dan yang berkuasa maka untuk melawan produk penguasa yang berkuasa tentu adalah suatu keniscayaan bila penegakan hukumnya sperti kasus tersebut di atas.
Selanjutnya hakim dalam menegakan hukum tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual, namun yang tidak kalah pentingnya adalah diperlukannya juga kecerdasan spiritual. Penegakan hukum yang dilakukan dengan determinasi, empati, dedikasi, komitmen dan disertai keberanian yang tinggi untuk menegakan hukum yang adil adalah bentuk perwujudan dari perbuatan yang professional, berkemanusiaan dan bertanggung jawab.
Untuk dalam tulisan ini hendaknya hakim tidak hanya terpaku pada teks-teks yang hanyya ada dalam undang-undang namun pertimbangan hakim yang dama memutus yang bernurani lebih mencrminkan seorang hakim yang berkeadilan dan keberadaan peradilan dan hakim sebagai lembaga penegak hukum diharapkan lebih menjunjung nilai keadilan yang hakiki untuk sebuah kepastian serta mamfaat dari hukum itu sendiri demi sebuah tujuan hidup yang bahagia dalam subuah kesebandingan hukum di negeri ini, amin.
Disusun oleh : Budi Ardianto, Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Hukum Universitas Jambi
Nomor Induk Mahasiswa : P3B120015
Mata Kuliah: Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Elita Rahmi, S.H., M.H.