Narasi – Narasi Basi Kaum Oligarki
Oleh : Dr. Noviardi Ferzi dan Dr. Dedek Kusnadi
Hang-tuah.com- Dahulu kami membantu bapaknya, kemarin kami juga mengurus ibunya, hari ini kami bantu anaknya dan mungkin esok kami menolong cucunya. Kalimat satire ini mengambarkan praktik oligarki di dalam sistem politik kita.
Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), oligarki adalah pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.
Oligarki berasal dari bahasa Yunani, “oligarkhes”, yang berarti sedikit yang memerintah. Oligarki adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer.
Praktik oligarki dalam berbagai kesempatan mengurangi bahkan meminggirkan prinsip equal rights dalam politik. Akibatnya, hak politik warga negara akan terbatasi karena adanya kekuatan tertentu yang menguasai sistem politik. Pemilihan legislatif dan kepala daerah seolah menjadi realitas akan hal ini.
Momentum politik hanya dikuasai oleh segelintir orang yang memiliki akses dalam kekuasaan politik dan ekonomi. Dampaknya, hasil dari proses Pilkada tersebut akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang condong kepada kaum oligarki.
Segelintir kecil warga negara yang dengan akumulasi kekayaannya amat besar mempengaruhi jalannya negara dan kerap disebut sebagai oligarki.
Politik oligarki sukar dijangkau hukum. Ia bekerja di ruang ruang dialog tertutup antar elite. Muncul dalam menegosiasikan jabatan jabatan publik. Tidak sedikit melibatkan organisasi dan berbagai akses politik.
Beberapa negara yang mengakui diri sebagai negara demokrasi, kerap muncul sebuah fenomena paradoks, di mana lembaga-lembaga demokrasi tidak saja terjebak dalam praktik oligarki namun pula menjadi akar bagi penciptaan oligarki itu sendiri. Tidak terkecuali di Indonesia.
Oligarki Dalam politik
Analis politik Northwestern University, Jeffrey Winters menilai demokrasi Indonesia dikuasai oleh kaum oligarki sehingga makin jauh dari cita-cita untuk memakmurkan rakyat.
Hal itu, terlihat dengan makin dalamnya jurang antara si kaya dan si miskin di Indonesia.”Konsentrasi kekayaan meningkat dan ketimpangan meningkat, Indonesia jauh lebih merata antara yang kaya dan miskin.
Menariknya, makin berkembangnya sistem demokrasi justru makin membuat oligarki merajalela. Namun demikian hal itu bukan karena sistem demokrasi yang salah, melainkan penegakan hukum yang lemah. Penegakan hukum di Indonesia ditegakkan ketika yang dihadapi rakyat lemah. Namun ketika yang dihadapi kaum oligarki, penegakan hukum seolah tak berfungsi.
Penguasaan kekayaan yang jauh dari warga biasa,menjadikan orang-orang ini juga memiliki kekuasaan yang hampir tidak terkendali. Dengan aset kekayaan yang dimiliki oligarki, mereka dapat dengan mudah mengakses sumber-sumber kekuasaan lainnya. Kelompok maha kaya dapat mendorong figur yang mereka kehendaki untuk menempati posisi politik kunci. Aset yang mereka miliki juga mungkin digunakan untuk membangun kelompok dukungan politik, bahkan juga pasukan tersendiri.
Dengan kekuasaan yang sedemikian rupa, kelompok maha kaya dengan demikian telah lama jadi sumber dilema demokrasi. Untuk mengamankan kekayaan mereka, orang-orang ini bergerak di balik layar untuk dapat menyetir jalannya pemerintahan. Kenyataan ini dengan sendirinya menegasikan asumsi dasar demokrasi bahwa warga negara seharusnya memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan bernegara.
Oligarki harus dilawan
Apanya yang salah tentang oligarki ? Narasi ini sering ditanyakan bagian dari kaum atau pendukung oligarki jika kita menyuarakan hal ini ?
” Saya dipilih rakyat, saya punya konstituen, saya menang pemilu, demi kepentingan bangsa dan negara. ”
Menurut Najwa Shihab, argumen klise itu sering digunakan sebagai pembenaran politisi atau pejabat ketika kepentingannya bertentangan dengan aspirasi publik. Suatu narasi basi kaum oligarki.
Ada beberapa alasan mengapa kita harus berkomitmen melawan oligarki hingga tuntas. Oligarki akan menyebabkan nilai-nilai seperti persamaan, partisipasi politik, keterbukaan, kebebasan berekspresi, dan terutama kedaulatan rakyat akan tenggelam. Situasi ini biasanya akan berlanjut pada upaya menafikan civil society dan terbelinya institusi-institusi demokrasi.
Sebagai konsekuensinya, sistem politik yang ada juga tidak segera menyejahterakan. Demokrasi yang terbajak oleh oligarki akan menyebabkan segenap kebijakan semata diarahkan pada pemenuhan kepentingan eksklusif para elite, pengusaha, dan rekanannya. Tidak mengherankan bila kemudian di negara-negara yang demokrasinya setengah matang, kesejahteraan rakyatnya tersendat. Tertelan oleh kartel politik yang menyebabkan tumpahan kemakmuran tidak kunjung melimpah. Akhirnya tidak ada kata terlambat, kita harus menolak Oligarki.