Kasus Tunjangan Rumdis, Adli : Keterangan Saksi di Sidang, Berbeda di BAP

Dalam kasus yang membelitnya, Adli divonis bersalah dalam dugaan tindak pidana korupsi tunjangan rumah dinas (rumdis) anggota DPRD Kerinci Tahun 2017-2021.
Ditemui wartawan setelah bebas, Adli, menjelaskan dirinya resmi bebas pada Kamis (1/8) kemarin, dan saat ini sudah kembali berkumpul dengan keluarga. Dengan kebebasan tersebut, Adli mengaku mengambil hikmah dari apa yang terjadi dalam perjalanan hidupnya.
“Semua itu tidak pernah terencana akan seperti ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada Kepala Rutan dan jajarannya. Begitupun dengan warga binaan lainnya, yang saling menguatkan dalam menjalani masa hukuman di Rutan,” terang Adli, Minggu (4/8), di kediamannya.
Adli kembali mengenang perjalanan kasus yang melibatkan dirinya. Dia menyatakan, dua konteks kasus dalam perkara tersebut, pertama masalah tunjangan rumah dinas anggota DPRD, dan kedua dugaan penggelapan gaji dan tunjangan dewan pada bulan Agustus 2019 yang nilainya Rp 400 juta.
“Dalam persidangan hampir semua saksi dipanggil dan memberi keterangan. Terkait tunjangan rumdis, secara prosedur tidak ada yang dilanggar, semua prosedur kita ikuti. Pengajuan nilai tunjangan berdasarkan Perbup dengan pertimbangan KJPP, dan pembayaran tunjangan juga berdasarkan Perbup, proses itu juga sampai ke Pemprov Jambi, dan disahkan. Dengan demikian tidak ada masalah, semua prosedurnya benar,” tambahnya.
“Namun nilai tunjangan yang dipermasalahkan, karena melebihi harga standar. Tapi, mengacu pada aturan, nilai tunjangan itu ditetapkan dengan jumlah tidak melebihi tunjangan anggota DPRD Provinsi, kita ikuti ketentuan itu, dengan dasar harga sesuai Perbup. Namun oleh BPKP menetapkan standar baru, entah dari mana kajian dan analisanya,” ungkapnya.
Dilanjutkannya, masalah kedua tentang dugaan penggelapan anggaran di bulan Agustus 2019. Dalam putusan Pengadilan Tipikor, tidak terbukti dirinya bersalah. Karena tidak dikenakan adanya pengembalian uang negara.
“Kalau terbukti bersalah, pasti ada putusan mengembalikan kerugian negara, tapi ini tidak ada. Jelas, dugaan penggelapan itu tidak terbukti. Hal ini sesuai fakta di persidangan, semua anggota DPRD Kerinci yang dihadirkan sebagai saksi, mengaku telah menerima dana tunjangan bulan Agustus itu, saat persidangan ada 18 orang anggota DPRD yang dihadirkan, semuanya mengakui sudah menerima. Jadi tidak ada yang digelapkan,” ungkapnya.
“Penerimaan dana untuk bulan Agustus 2019 itu dalam situasi masa transisi anggota DPRD periode 2019-2024. Tapi semua bukti penerimaan ada, baik pencatatan dalam buku di bendahara, dan bukti rekening koran transfer ke rekening penerima,” ungkapnya.
Anehnya, lanjut dia, perkara penggelapan ini yang menjadi bumerang hingga dirinya menjadi tersangka, karena pada saat BAP oleh penyidik, terdapat 22 orang anggota DPRD Kerinci yang menyatakan tidak menerima tunjangan Agustus 2019 itu.
“Ini yang menjadi fitnah, sehingga saya harus menanggung perkara ini. Secara sanksi administrasi saya siap menjalani hukuman, tapi kalau dituduh tidak membayar dan menggelapkan, itu mengecewakan bagi saya, karena saya tidak melakukan itu, dan terbukti di pengadilan. Keterangan saksi di sidang, berbeda dengan BAP, walau pun di sidang meringankan saya. Tapi tetap menjadi pertanyaan bagi saya, ada apa sebenarnya ini ?,” jelasnya.
Menyikapi itu semua dan pasca bebas ini, Adli, tidak ingin tinggal diam. Saat ini tim pengacaranya sedang mengkaji langkah hukum selanjutnya yang akan ditempuh. Baik itu upaya Pengajuan Kembali (PK) atas kasus yang telah menimpanya, atau mencari jawaban kebenaran yang membuat dirinya diadili.
“Saya serahkan kepada tim pengacara untuk membahas itu. Kalau PK itu bisa saja, itu tidak berat. Upaya lain ini, yang sedang saya dan tim pengacara pertimbangkan, kenapa saya sampai difitnah. Ini dalam waktu dekat, saya dan tim pengacara akan menyampaikan langkah hukum secara resmi,” jelasnya. (ded)