Bila Empat Pasang Cagub Jambi, Figur Menentukan Kemenangan

Hang-tuah.com-Pemilihan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi pada 9 Desember 2020 mendatang sosok figur cukup mempengaruhi perolehan suara. Figur lemah akan mengalami kekalaha.
Dr. Dedek Kusnadi, M. Si MM, Pengamat Kebijakan Publik Jambi sekaligus pendiri Pusat Kajian Sosial dan Politik (Puskaspol) Jambi dihubungi Hang-tuah.com menjelaskan analisa tersebut.
“Haris-Sani boleh terbahak-bahak. Duet ini maju selangkah dengan mengantongi 11 kursi dari tiga koalisi partai: PKS, PKB dan Berkarya. Pasangan CE-Ratu diperkirakan menyusul dengan bekal 7 kursi Golkar dan 7 kursi PAN,”ujar Dedek.
“Duet petahana Fachrori Umar-Saprial diprediksi menjadi pasangan ketiga. Beberapa parpol yang diperkirakan mengusung antaralain Demokrat, Hanura dan NasDem,”tukasnya.
Pasangan terakhir adalah Fasha-AJB, yang diusung koalisi Gerindra, PPP dan PDIP. “Jika tak meleset, empat pasang ini bakal berlayar menuju laga Pilgub Jambi mendatang. Nah, kalaulah skema ini yang terbentuk, pertempuran akan sengit. Begini petanya,”ungkapnya.
Menurut dosen UIN STS Jambi ini mengungkapkan, masing-masing pasangan puunya basis militan. Praktis, peta kekuatan akan terdistribusi merata.
“Haris misalnya, punya kantong suara di Merangin. Keberadaan Mantan Gubernur Jambi Hasan Basri Agus (HBA) di belakangnya, akan banyak membantu mengerek suara. Jejaringnya lumayan kuat dan pastilah akan diaktifkan untuk Haris,”terangnya.
Kendati HBA kini tercatat sebagai anggota DPR RI dari Fraksi Golkar, secara personal ia tak mungkin lepas dari Al Haris. Selain Haris adalah anak angkatnya. Bupati Merangin itu adalah kader politik HBA.
“Haris dan HBA hampir tak mungkin terpisah. Maka wajar, dalam banyak baleho, Haris memasang foto HBA di sampingnya. Haris adalah simbol kekuatan HBA,”cetusnya.
Lebih lanjut Dedek mengatakan selain ditopang oleh kekuatan HBA, Haris juga terbantu oleh keberadaan Sani. Lewat Sani, kelompok ini berpotensi mengelola etnis jawa sebagai insentif elektoral.
“Sebagai ketua Wisnu Murti, Sani termasuk tokoh Jawa yang berpengaruh. Secara kwantitas, Jawa merupakan etnis terbanyak kedua setelah Melayu, persentasenya mencapai 30 persen. Sebarannya pun merata di semua daerah,”urainya.
Kelemahan duet ini ketika HBA tak bisa secara terbuka mendukung Haris. Sebab, Golkar hampir pasti mendukung Cek Endra di pilgub besok. Kelemahan berikut ketika mereka gagal mengkonsolidasi kekuatan Jawa.
Bagaimana dengan duet Cek Endra-Ratu Munawaroh?
“Pasangan ini tak bisa dipandang sebelah mata. Mereka adalah duet tangguh yang membawa simbol kemashuran penguasa Jambi. Cek Endra misalnya, adalah Bupati Sarolangun hampir tiga periode. Praktis, Sarolangun akan menjadi basis suaranya. Cek Endra juga ditopang oleh kekuatan Golkar,”ujarnya.
Bukankah Golkar berkuasa di beberapa daerah?
Cek Endra menasbihkan diri sebagai satu-satunya kandidat yang sekaligus seorang Ketua Partai. Secara otomatis, Golkar berkepentingan untuk memenangkan Cek Endra, bahkan hingga tetes darah penghabisan.
Ratu Munawaroh, istri mendiang Zulkifli Nurdin memperkokoh pasangan ini. Tak bisa dipungkiri, Ratu adalah bagian dari jejak kedigdayaan keluarga saudagar kaya raya Jambi, Nurdin Hamzah.
Dialah istri si sulung NH, Zulkifli Nurdin, figur yang pernah berkuasa dua periode di Jambi. Loyalisnya tersebar di mana-mana. Maklum, CE-Ratu kini menjadi media darling. Ia selalu dibincangkan publik, dari berbagai umur, tak kenal henti.
Basis suara Ratu selain di Tanjab Timur adalah Kota Jambi. “Kelemahannya, duet ini rapuh bila Ratu gagal mengkonsolidasi keluarga Nurdin Hamzah,”tegasnya.
“Sekarang kita bongkar peta kekuatan Fasha-AJB. Duet ini jelas punya basis cukup gede ketimbang kandidat lain. Fasha di Kota Jambi, sementara AJB di Kerinci. Duet ini praktis menguasai sumber suara signifikan karena jumlah penduduknya besar,”sebut Dedek.
Fasha juga diuntungkan oleh respon publik yang sangat positif terhadapnya. Berita baik dan keberhasilan kota juga kerap menghiasi media mainstream maupun media sosial.
“Sejumlah survey sempat merilis nama Fasha selalu di posisi teratas. Hanya satu saja kelemahan Fasha. Figurnya kurang disukai para elit melayu Jambi,”katanya.
Terakhir pasangan FU-Saprial, juga tak kalah hebat. Keduanya memiliki basis di Bungo dan Tanjab Barat. Duet ini juga ditopang oleh kekuatan sumber daya modal cukup besar. Entah itu berasal dari keluarga Ibrahim atau dari Saprial sendiri.
Sebagai petahana, duet ini berpeluang mengelola birokrasi, terutama ASN yang di bawah kendali Pemprov. Tapi, berita negatif dan kegaduhan yang kerap menikam sang petahana menjadi masalah.
“Stigma dan berita negatif itu jelas merugikan petahana. Citranya akan dipandang jelek oleh publik. Apalagi, isu itu terus digoreng hingga ke arus bawah. Ini sinyal bahaya,”katanya.
Kinerja negatif petahana dan kelemahannya semasa memimpin, kok lebih banyak terekspos ketimbang kinerja positif, tentu akan menjadi masalah bagi petahana.
“Salah-salah, petahana ini akan mirip pak Bambang Priyanto, Walikota Jambi yang kalah bertarung pada periode kedua Pilwako beberapa tahun lalu. Figur Bambang yang lemah dan tak menunjukkan prestasi menjadi ancaman elektoral baginya. Terbukti, Bambang sebagai petahana terpuruk diurutan buncit dalam kontestasi. Namanya tenggelam diantara sang penantang Fasha dan Sum Indra. Tim pak Fachrori di pilgub nanti harus piawai dan jeli membaca ancaman ini. Jangan sampai pak FU mengulang kegagalan Bambang Priyanto di Pilwako dulu,”jelasnya.
Jika petahana sadar dan berhasil mengenyahkan kelemahannya, Dedek berkeyakinan duet ini akan tangguh dan akan kembali melanggengkan kekuasaannya di Jambi. (fer)